Batu Ratapan Angin Dieng punya cerita. Masyarakat Dieng percaya, batu besar ini adalah
perwujudan pria dan wanita yang dikutuk menjadi batu. Keduanya pada waktu itu terlibat
perselingkuhan.
Suaralama.id – Jalan menuju spot-spot menarik di Dataran Tinggi Dieng sudah terhubung dengan medan aspal mulus. Termasuk spot yang tergolong baru seperti Batu Ratapan Angin. Dulu untuk bisa sampai ke sini mesti jalan kaki memasuki hutan dan lewat jalan setapak.
Kini kendaraan roda empat maupun sepeda motor sudah bisa sampai di titik terdekat Batu Ratapan Angin. Tinggal parkir, selanjutnya jalan kaki tapi hanya lima menit. Lokasi destinasi wisata ini bisa ditempuh dari Wonosobo selama 1 jam perjalanan. Melewati kawasan Candi Dieng, Telaga Warna, lalu memutar ke arah bukit yang ada di atasnya.
Sesuai namanya, Batu Ratapan Angin, maka di sini terdapat banyak sekali batu-batu besar hampir di semua jalur setapak yang dilewati. Proses alam membentuknya seperti itu mengingat Dieng merupakan daerah gunung vulkanik. Yang menarik, batu-batu besar punya bentuk yang beragam.
Salah satunya yang cukup besar ada di puncak bukit yang disebut Batu Ratapan Angin tadi. Menurut salah satu pemandu wisata Dieng, Abdul Kahfi, selain karena proses alam, terbentuknya Batu Ratapan Angin juga punya cerita tersendiri. Mitos yang berkembang di masyarakat Dieng, batu tersebut merupakan perwujudan pria dan wanita yang pada waktu itu terlibat perselingkuhan.
“Jadi, ada seorang pangeran yang punya istri sangat cantik, hidup serasi dan bahagia. Namun suatu saat godaan datang. Ada pihak ketiga yang coba merusak bahtera rumah tangga pangeran dan istrinya. Dan sang istri rupanya tergoda kepada pria tersebut,” cerita Kahfi.
Kisah pun terus berlanjut. Keduanya dimabuk asmara terlarang. Pangeran mulai curiga dengan istrinya. Punggawa kepercayaan pangeran memberitahu perselingkuhan yang terjadi. Namun pangeran belum percaya kalau tidak membuktikan sendiri.
“Pangeran kemudian menyelidiki dan mendatangi tempat dimana keduanya dikabarkan sering ketemu,” lanjut Kahfi.
Pangeran pun kemudian memergoki keduanya sedang memadu kasih. Marahlah pangeran. Sang istri minta maaf. Namun pria lain mencoba melindungi dan menantang pangeran. Dengan kesaktiannya, pangeran mengeluarkan ajian angin puting beliung. Pohon-pohon terangkat dengan suara angin yang bergemuruh.
“Lalu pangeran mengucapkan sesuatu yang membuat istri dan selingkuhannya menjadi batu. Si pria diwujudkan dengan batu yang tegak berdiri, sedang uang perempuan berudu batu terduduk. Dan sekarang disebut Batu Ratapan Angin,” jelas Kahfi.
Dan sekarang di tempat ini sering muncul suara angin yang menderu-deru kencang sekali. Menurut mitos tersebut, itu adalah suara istri pangeran yang meratap menyesali perbuatannnya. Lepas dari cerita tersebut, yang jelas puncak bukit dimana Batu Ratapan Angin berada punya panorama yang luar biasa. Disebut-sebut, inilah titik terbaik untuk menyaksikan keindahan
Telaga Warna dan Telaga Pengilon.
Kedua telaga itu terlihat utuh berdampingan dengan warna yang berbeda. Telaga warna hijau kebiruan, sedang telaga pengilon coklat kehitaman. Perpaduan ini dipercantik hutan yang mengelilinginya.