PURWOREJO, Suaralama.id – Warga di Dusun Sibentar, Desa Tlogoguwo, Kecamatan Kaligesing menolak pembangunan Gereja Kristen Jawa di desanya. Penolakan tersebut terjadi lantaran perizinan pembangunan gereja dinilai bermasalah.
Permasalahan dalam pembangunan gereja tersebut diketahui sudah terjadi sejak tahun 2006 silam. Sejak tahun tersebut pembangunan ditunda dan disepakati untuk tidak dilakukan pembangunan terlebih dahulu sebelum ada kesepakatan warga.
Namun, pada Selasa (21/12) kemarin pihak Majelis Gereja selaku pembangun melakukan pemasangan terpal dan baja ringan di lokasi pembangunan gereja sehingga kembali menimbulkan penolakan oleh warga. Beberapa hari setelah kejadian Polres Purworejo kemudian melakukan upaya mediasi dengan semua pihak yang bersangkutan.
“Jadi dulu awal 2006 itu kan mau ada pembangunan gereja, kalau pembangunan dulu itu berjalan sesuai prosedur mungkin tidak ada masalah, seperti dengan perizinan yang jelas, kan syaratnya ada kesepakatan warga, dan rekomendasi dari Kemenag (Kementerian Agama), itu tidak ada,” ungkap salah satu warga, Budi Hariyanto (41) usai mediasi di Mapolres Purworejo, Senin (27/12).
Dalam audiensi, para warga mengakui tidak pernah merasa menandatangani persetujuan pembangunan gereja di desanya. Namun, warga pernah dimintai tanda tangan, akan tetapi tidak mengetahui jika tanda tangan itu untuk pembangunan gereja.
“Kalau warga itu sebenarnya selama ini sudah damai, sudah hidup dengan toleransi yang bagus, tapi malah ada gejolak ini, yang mengingkari kesepakatan kan dari pihak mereka. Harusnya juga kalau minta tanda tangan harus jelas untuk apa, itu tidak ada, itu hanya semacam tanda tangan daftar hadir, jadi tidak tahu kalau untuk itu,” jelasnya.
Pihaknya juga meluruskan bahwa permasalahan ini bukan soal intoleransi. Dirinya juga mengakui bahwa selama ini toleransi beragama di desanya sangat baik, bahkan pemilik tanah untuk pembangunan gereja tersebut adalaj salah satu tokoh masyarakat di desanya.
“Tapi dari pembangun malah melanggar kesepakatan, mungkin jika tidak ada permasalahan ini warga masih bisa berkompromi, tapi dengan adanya ini warga merasa dicederai dalam kesepakatan,” katanya.
Selain warga tidak merasa tanda tangan, Kemenag yang hadir dalam mediasi juga merasa belum pernah menurunkan rekomendasi terkait pembangunan gereja. Namun anehnya, dalam mediasi, pemilik tanah Sutopo didampingi pihak Majelis Gereja mengaku sudah mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pembangunan gereja.
Padahal syarat perizinan tersebut salah satunya adalah tanda tangan persetujuan warga dan rekomendasi. Tanah milik Sutopo yang juga warga setempat itu diketahui memang dihibahkan untuk pembangunan gereja.
“Di Kemenag Purworejo selama ini belum ada yang masuk, terkait dengan pengajuan itu (pembangunan gereja di dusun Sibentar), ungkap Kasi Binamas Kementerian Agama Kabupaten Purworejo, Uan Abdul Hanan.
Dijelaskan Uan, salah satu syarat pendirian tempat ibadah adalah jumlah pengguna minimal 90 orang dan dukungan dari warga sekitar minimal 60 orang.
Persyaratan pembangunan juga harus ada rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten atau kota, izin tertulis pemilik bagunan, rekomendasi lurah atau kades, Kemenag kabupaten atau kota dan izin dari bupati atau walikota. Tetapi camat bisa mengeluarkan izin pendirian mewakili bupati.
Sementara itu, Kapolres Purworejo AKBP Fahrurozi menyampaikan, mediasi ini dilakukan sebagai upaya menjaga Kamtibmas di Purworejo. Pihaknya juga menjamin dan meyakini bahwa masyarakat tetap akan mendapatkan haknya dalam beribadah.
Terkait dengan masalah perizinan IMB, pihaknya telah meminta dinas terkait untuk menelusuri data dari persyaratan pengajuan IMB oleh pihak pembangun memang sudah terpenuhi atau terjadi kesalahan dalam prosesnya.
“Jangan sampai terjadi gesekan antar umat beragama maka kami mengambil langkah mediasi, kita juga minta kepada Dinas Perizinan untuk mengecek kembali kelengkapan-kelengkapan syarat terkait dengan terbitnya IMB, kalau itu memang terbit sesuai dengan kaidah yang benar, tentunya tidak akan ada masalah, kalau ada masalah berarti ada sesuatu yang mungkin lewat dalam prosesnya,” tandasnya.