WONOSOBO, suaralama.id – Al Qur’an dengan ukuran kecil sudah biasa, namun di tangan Hayatuddin, kitab suci umat Islam ini disulap dengan ukuran raksasa. Sudah lebih dari sepuluh Al quran raksasa ia tuliskan. Kini karyanya sudah tersebar ke berbagai daerah bahkan sampai ke Brunei Darussalam.
Pembuatan Al- Qur’an dengan ukuran besar ini dimulai Hayatuddin sejak tahun 1991. Dia diperintah oleh KH Muntaha Al-Hafidz, yang merupakan ulama kharismatik asli Wonosobo.
Al quran akbar ini terinspirasi dari karya serupa yang dibuat oleh kakek dari KH Muntaha kala melaksanakan ibadah haji.
Hayatuddin menjelaskan usai Al Qur’an tersebut ditulis, disimpan di sebuah padepokan di Kalibeber. “Saat Belanda menyerang Kalibeber, KH Asyari (putra KH Abdurrahman) mengungsi ke daerah Dhero Dhuwur.
Usai gempuran tersebut, Al-Qur’an besar ini hilang, diperkirakan dibakar Belanda,” beber Hayatuddin saat ditemui di Masjid Baitul Qur’an KH. Muntaha Al Hafidz, Rabu (6/4/2022).
KH Muntaha atau yang lebih dikenal dengan Mbah Mun, lanjut Hayatuddin, ingin meneruskan karya kakeknya. Bukan sekedar membuat maha karya saja, melainkan lebih dari itu, yakni sebagai simbol untuk mengagungkan dan membesarkan alquran.
“Al-Qur’an tidak hanya dibaca saja, tapi disyiarkan juga. Sehingga bisa dinikmati, dibaca dan diamalkan oleh ummat islam di seluruh dunia,” tutur pria yang juga seorang dosen Kaligrafi dan Ilmu Tajwid di UNSIQ Wonosobo.
Hayattudin menjelaskan ada tiga ukuran alquran bikinannya, mulai dari yang paling kecil yakni 1 meter x 75 centimeter. Ukuran sedang 1,5 meter x 1 meter, sedangkan yang paling besar 2 meter x 1,5 meter.
“Untuk beratnya yang paling besar mencapai 5 kilogram,” kata dia sambil menorehkan tinta di satu lembar manila besar.
Pada saat pertama kali pembuatannya, dia mengaku agak kesulitan terkait peralatan yang digunakan.
Beruntungnya ia mendapat bantuan kertas art paper dari Menteri Penerangan Harmoko kala itu, lalu untuk tinta dia racik sendiri dengan tinta cina dan larutan teh.
Dalam penggarapannya, dia tak sendiri, terdapat tim pembuat ornamen dan pengkoreksi. Proses pembuatannya memakan waktu cukup lama yakni 1,5 – 3 tahun, dari awal pembuatan sketsa garis dan tulisan, ditebali dengan tinta, diberi ornamen, terkahir pengkoreksian.
Sudah ada 11 Al- raksasa yang dibuat oleh Hayatuddin, kini dia sedang menggarap karyanya yang ke 12 dan 13.
Karyanya sudah tersebar ke beberapa daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Makassar, Depok, Polewali Mandar, Batang, bahkan hingga Brunei Darussalam.
Pembuatan Al-Qur’an raksasa ini dipusatkan di dua tempat yakni Gedung Pasca Sarjana UNSIQ dan Masjid Baitul Qur’an KH. Muntaha Al Hafidz, Mojotengah. “Rencana ke depan ingin terus menulis Al-Qur’an selama hidup saya,” pungkas Hayatuddin.