WONOSOBO, suaralama.id – Kepala Dinas Lingkungan Hidup Widi Purwanto mengajak masyarakat untuk lebih peduli pada kebersihan lingkungan dengan menerapkan sense, care, behaviour, culture. Sebab volume sampah di TPA Wonorejo bisa dikatakan overload, setidaknya produksi sampah mencapai 70-100 ton perhari.
Widi menekankan bahwa permasalahan sampah merupakan tanggung jawab bersama. Tugas pemerintah saat ini untuk terus mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan agar menjadi budaya.
Untuk mengedukasi masyarakat, jelas Widi, dia selalu menyerukan SCBC yaitu sense, care, behaviour and culture. Sense yaitu sudah merasa bahwa harus buang sampah pada tempatnyaa, sedangkan care itu artinya peduli dimana dia harus buang sampah,
“Behaviour berarti sudah menjadi kebiasaan kalau buang sembarangan dia malu. Culture sudah menjadi budaya, yang kemudian dia sudah berani mengingatkan orang lain,” tutur Widi yang ditemui di kantor dinasnya, Rabu (11/5).
Widi menambahkan, produksi sampah di Wonosobo mencapai 70 hingga 100 ton perhari. Sebelumnya telah diprediksi juga total sampah selama libur lebaran akan naik 10 persen menjadi 150 ton perhari. Hal ini menurutnya karena terjadi libur panjang dan banyaknya orang berkunjung ke Wonosobo.
Meskipun dia menyebut bahwa TPA Wonorejo yang luasnya mencapai 3 hektar telah overload, namun belum ada rencana untuk relokasi. Sebab akan muncul permasalahan baru dan terlalu kompleks. “Relokasi skala kecil saja susah, apalagi besar. Pasti ada problem baru, sampah itu kan kotor, dan paling tidak jauh dari pemukiman,” tukasnya.
Solusinya, lanjut Widi, dengan menerapkan zero waste. Diharapkan nantinya TPA bukan merupakan tempat pembuangan akhir melainkan tempat pengelolaan akhir. Artinya ada pengeloaan awal, yang semestinya sudah habis pada sumber sampah yakni rumah tangga dengan pengolahan.
“Zero waste paling sederhana dengan pengelolaan awal pada sampah, misal pemisahan sampah organik dan anorganik, bisa juga dengan pemisahan limbah B3. Nanti di TPA tinggal dikelola, biasanya ada pemulung yang akan langsung mengangkut sesuai kebutuhan mereka,” imbuhnya.
Kehadiran bank sampah dan komunitas pegiat sampah juga menurut Widi turut andil dalam permasalahan tersebut. Dari bank sampah biasanya akan dikelola, bahkan tak jarang menjadi barang yang bernilai ekonomis.
“Jadi sebelum ke TPA kalau sampah organik dikomposkan, tidak perlui dibakar. Kalau anorganik biasanya diolah lagi kan ada profitnya,” pungkas Widi.