PURWOREJO, suaralama.id – LI Scarf, itulah nama dari sebuah produk busana muslimah, karya seorang desainer asli dari Kabupaten Purworejo. Dengan menawarkan busana muslimah yang lebih sporty dan kekinian, desain karya Ashfa Chairunnisa itu berhasil menembus Fashion Show yang di helat di Kota Kazan, Rusia, bertengger dengan berbagai produk fesyen dari berbagai negara di dunia.
Desain milik Ashfa itu juga mempunyai beberapa kelebihan yakni terdapat tulisan sejarah pada setiap desain jilbab dan pakaiannya, serta bahan yang digunakan Li Scarf juga cocok dipakai untuk berbagai iklim yang ada di dunia.
Tak ayal, selain berhasil menembus Fashion Show tingkat Internasional, produk Li Scarf juga berhasil dipasarkan hingga negara-negara di Asia dan Eropa.
Ashfa Chairunnisa sendiri juga sudah tidak asing dengan dunia busana muslimah, karena sejak kecil dirinya sudah hidup di lingkungan pesantren, bahkan hingga sekarang ini. Ditambah lagi, dirinya merupakan putri dari ulama kondang yakni Kiai Achmad Chalwani yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo.
Sebelum mempunyai brand Li Scarf, putri sulung dari pasangan Kiai Achmad Chalwani dan Siti Saadah Achmad itu sudah memulai bisnis fesyen muslim sejak tahun 2008 dengan mendirikan sebuah butik bernama Griya Bin Nawawi di sekitaran komplek Pondok Pesantren An-Nawawi.
Sementara produk Li Scarf sendiri muncul dan menjadi bagian dari butik pada awal adanya pandemi Covid-19. “Ketika semua bisnis ada di online, kemudian saya mendesain sebuah jilbab yang kemudian itu saya tawarkan secara online, dan kebetulan sangat diterima,” ungkap Istri dari Kiai Muhammad Maulana Alwi itu, saat ditemui di butiknya, Minggu (22/5/2022).
Setelah brand itu muncul, Irun Maulana sapaan Ashfa Choirunnissa langsung tancap gas dengan mengikuti berbagai event busana muslimah baik di tingkat nasional hingga internasional.
“Banyak, di Jogjakarta pernah, lalu juga tahun kemarin juga ada pameran internasional secara online di Jakarta,” kata founder Griya Bin Nawawi, Founder dan Designer Li Scarf, serta Co Founder Banina Men Wear ini.
Sedangkan pada tanggal 19 Mei 2022 ini, produk Li Scarf miliknya juga telah diterbangkan ke Kota Kazzan, Rusia untuk mengikuti Modest Fashion Day Kazzan Summit 2022 yang diselenggarakan hingga 21 Mei 2022 kemarin.
Fashion Show tersebut diikuti oleh 12 brand yang terdiri dari 6 negara, termasuk brand asal Indonesia yakni Li Scarf. Li Scarf mengirimkan 6 baju dan jilbab yang didesain spesial oleh Irun.
“Karena saya aktif di Medsos, saya juga mengikuti akun-akun bisnis, desainer, sehingga saya bisa bergabung dalam event ini. Jadi 6 set baju dan jilbab dari Li Scarf kemarin show di Rusia,” jelas Irun yang juga menjadi Ketua di Sekolah Tinggi Agama Islam An Nawawi (STAIAN) Purworejo itu.
Selain brand miliknya, ada dua brand Indonesia lain yang mengikuti event Fashion Show internasional tersebut. Diantaranya yakni brand Restu Pratiwi dan Anaras. Diakui Irun, langkahnya mengikuti event di Rusia ini adalah salah satu usaha untuk mengenalkan produknya ke pasar internasional.
“Tentu saja setiap brand fesyen Indonesia maupun seluruh dunia tujuannya go internasional,” sebutnya.
Menurutnya, yang menjadi ciri khas dan keunggulan dari produk Li Scarf ini adalah orisinalitas dari desainnya. Artinya desain dari produk ini sama sekali tidak menjiplak atau meniru dari desain produk lain.
“Saya ikut organisasi Indonesian Fashion Chamber, dan para kurator dan desainer disitu mengakui bahwa produk dari Li Scarf itu sangat orisinal. Kemudian katanya juga membawa suasana baru,” sebutnya.
Suasana baru itu dihadirkan Irun dengan membuat desain busana muslimah lebih kekinian dan mudah diterima di kalangan muslimah milenial. Dimana biasanya busana muslimah itu hanya memiliki konsep baju yang besar, longgar dan sebagainya, namun Li Scarf menawarkan busana muslimah yang sedikit berbeda yakni lebih sporty dan casual.
Li Scarf sendiri juga membawa tren jilbab printing dengan tulisan-tulisan cerita sejarah di setiap desainnya. Tulisan sejarah pada desain itu juga dituliskan dalam beberapa jenis huruf dan bahasa seperti Arab, Jawa, Rusia, Korea, dan Indonesia.
“Setiap desain itu ada kisahnya di jilbab printing itu. Selain pada jilbab, desain tulisan sejarah itu juga diaplikasikan ke kain dan baju. Baju disini sendiri stylenya juga lebih sporty dan casual, tidak monoton seperti yang kebanyakan ada,” ungkapnya.
Meski memiliki kualitas premium, harga produk Li Scarf sendiri, kata Irun, termasuk masih terjangkau untuk masyarakat pada umumnya. Selain di Indonesia, pemasaran dari produk Li Scarf sendiri diketahui juga sudah merambah ke pasar internasional. Li Scarf telah memiliki reseller di beberapa negara seperti Taiwan, Hongkong, dan Jerman.
“Dengan kualitas premium, tapi harganya masih bersahabat, kalau di luar negeri sendiri termasuk murah. Harga dari saya kisaran Rp 175 ribu sampai Rp 200 ribuan untuk jilbab, kalau untuk bajunya pada kisaran Rp 1 jutaan,” terangnya.
Kerena telah masuk pasar internasional, ungkap Irun, pembuatan produk Li Scarf ini juga disesuaikan dengan beberapa iklim yang ada.
Menurutnya, esensi dari berbusana bukan soal gaya atau kemewahan, namun mengedepankan kenyamanan dan fungsi dari pakaian itu sendiri, dengan tetap memperhatikan mode dan tren. Oleh karena itu, fesyen juga harus disesuaikan dengan iklim yang ada di suatu negara demi kenyamanan pemakai busana.
“Saya mencoba membuat jilbab yang tidak gerah dipakai, dan dia juga anti air, anti debu, anti noda, juga tidak cepat bau dan sebagainya saat di iklim panas seperti Indonesia,” ucapnya.
Selain untuk bisnis, Irun juga memiliki misi tersendiri melalui produk busana muslimahnya ini.
Dirinya ingin membuat kesan busana muslimah ini tidak kuno di mata kalangan milenial. “Jadi tidak ibu-ibu pengajian saja yang memakai jilbab namun anak muda juga semangat menggunakan jilbab dengan desain yang lebih unik, fresh, modis, dan sporty,” katanya.
Selain daripada itu, Indonesia saat ini juga termasuk nomor 3 di dunia sebagai negara produsen fesyen muslim setelah Turkey dan Uni Emirat Arab. Oleh karena itu, dirinya bersama desainer lain di Indonesia memiliki misi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat fesyen dunia.
“Indonesia punya cita-cita menjadi pusat mode fesyen di dunia, dalam organisasi Indonesian Fashion Chamber itu, kami memiliki misi seperti itu. Saya juga ingin ikut berpartisipasi dalam kemajuan fesyen Indonesia,” ungkapnya.
Kemudian dalam lingkup kecil, Irun juga ingin membuktikan jika orang-orang dari kalangan pesantren bisa dan mampu berkiprah di dunia fesyen. “Jadi tidak hanya menjadi guru atau pendidik saja, tapi juga bisa berkiprah di berbagai bidang termasuk fesyen,” pungkas Irun.