WONOSOBO, suaralama.id – Pisowanan Agung sebagai puncak rangkaian Hari Jadi Wonosobo ke 197 sukses digelar. Prosesi ini mengandung makna bahwa pemerintah lahir dari rakyat dan menjadi refleksi kinerja pemerintah. Masyarakat bersuka cita menyaksikan acara yang berlangsung khidmat ini.
Sudah dua tahun acara serupa digelar tertutup, tapi tidak dengan tahun ini. Tak heran jika para pesertanya yang kompak mengenakan baju adat Wonosobo ini telah memadati Alun-alun sejak pagi hari. Pun demikian dengan masyarakat yang berbondong-bondong tak ingin melewatkan tiap momennya.
Pisowanan Agung memiliki makna tersendiri bagi Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat. Menurut Afif selain menjadi simbol menyatunya pemimpin dengan masyarakat, juga memberi makna bahwa mereka harus hadir di tengah-tengah rakyat. Dia pun mengapresiasi warga yang sudah turut menyaksikan puncak hari jadi.
“Dengan begitu kami bisa tahu kesulitan apa yang sedang dialami masyarakat. Sehingga pemimpin harus hadir untuk memberi solusi dan pencerahan. Kami mengucap terima kasih hari ini masyarakat tumpah ruah dimana sudah dua tahun tidak ada kegiatan,” kata Afif yang ditemui usai acara, Minggu (24/7/2022).
Dalam usia yang hamper memasuki dua abad ini, lanjut Afif, sekaligus manjadi momentum bagi pemerintah mengenai kinerja yang telah dilakukan untuk Wonosobo selama ini. Afif juga menyoroti beberapa hal yang akan menjadi konsen pemerintah usai puncak hari jadi, di antaranya sola jalan rusak, penanganan stunting, kemiskinan dan anak tidak sekolah.
Lebih dari itu dia menjelaskan makna tema Hari Jadi Gumregah Makaryo Sesarengan ini mengajak seluruh masyarkat untuk mau dan mampu bersatu mengembalikan kemakmuran Wonosobo melalui berbagai sektor.
“Semangat kebersamaan dan kesungguhan yang menjadi identitas kita, sebagai masyarakat Jawa dan bangsa Indonesia. Hendaknya mampu kita tumbuh-suburkan untuk bergotong-royong membangun bangsa ini,” pungkasnya.
Pisowanan Agung dimulai dengan pembacaan sejarah Wonosobo, sambutan bupati, pasrah tampi panji-panji, serta memercikkan air bersumber dari tujuh mata air ke empat penjuru mata angin.
Kemudian diakhiri dengan pertunjukan seni legger, kuda kepang dan tarian daeng serta gunungan.
Salah satu masyarakat yang turut menonton, Arini (17) mengaku senang bisa menyaksikan peringatan HUT yang penuh semarak ini. Apalagi dia bisa menyaksikan langsung berbagai kesenian tradisional.
“Acara tahun ini lebih ramai dari sebelumnya. Lebih senang lagi bisa menyaksikan tarian tradisional dari pelajar yang membawakan tari lengger, kuda kepang dan tarian datent,” kata Arini yang datang bersama kawan sebayanya.
Sama halnya dengan Riska (35) yang mengaku sudah hadir sejak pagi hari untuk menyaksikan pisowanan agung. Dia turut merasakan euforia berebut gunungan hasil bumi dengan masyarakat. “Dapat terong, cabai dan nasi bungkus. Saya ikut rayahan atau berebut karena ingin ikut memeriahkan acara,” tutup Riska. (ang)