WONOSOBO, suaralama.id – Peran orang tua sangat penting agar anak tidak menjadi strawberry generation atau generasi stroberi. Dewasa ini banyak dijumpai anak dengan ciri generasi stroberi. Guru perlu mengerti bagaimana cara menghadapi anak-anak tersebut selama mengikuti aktivitas belajar mengajar di sekolah.
Fasilitator Training Parenting Ihsan Baihaqi menjelaskan, beberapa ciri generasi stroberi ini adalah pemalas, arogan, manja dan insubordinat yakni tidak memiliki keyakinan teguh. Hal ini bisa terjadi imbas orang tua yang sebelumnya mengalami kehidupan yang kurang tercukupi, kurang waktu bersama anak dan kurang tegas.
“Ibaratnya stroberi itu enak kalau diolah, tapi kalau tidak diawetkan gampang busuk. Jadi mereka itu adalah generasi yang gampang rapuh, lembek, mudah menyerah dan mengkerut. Dulunya kehidupan orang tua mereka perih dan tidak ingin anaknya merasakan seperti dirinya, serta terlalu melindungi anaknya,” jelas Ihsan kepada Suara Merdeka, Minggu (21/8/2022).
Efek dari generasi stroberi ini, lanjut Ihsan bisa terlihat saat si anak beranjak dewasa. Mereka cenderung tidak memiliki daya juang, selalu beralasan dan ingin serba mudah. “Banyak dijumpai yang sampai dewasa masih menggantungkan hidupnya pada orang tua, dikasih modal merasa kurang. Akibatnya mereka jadi generasi lemah dan lama-lama jadi beban keluarga juga negara,” imbuh ayah enam orang anak ini.
Maka dari itu, peran orang tua sangatlah penting agar anaknya tidak menjadi generasi stroberi. Pertama orang tua harus berkompetensi dan keterampilan, apalagi kini zaman semakin maju di mana lingkungan masyarakat semakin heterogen. Selain itu, lanjut Ibnu, orang tua perlu menyeimbangkan sifat pengasih dan penyayang.
“Beda pengasih dan penyayang, kalau pengasih itu orang tua memberikan makanan kesukaan anak. Beda dengan penyayang, di mana orang tua melatih anak membuat makanan kesukaannya. Anak juga hatus diberikan peran dan tugas di rumah, misal membereskan kamar dan mainan,” imbuh dia.
Lain daripada itu, Ibnu juga menyinggung soal penggunaan gawai pada anak. Dia menegaskan para orang tua agar tak berlebihan memberikannya pada sang buah hati, sebab akan merusak sistem motorik dan sensorik.
“Kalau anak aktif itu orang tuanya yang capek memang. Anak diberi gadget akan anteng. Tergantung Anda para orang tua, mau menghasilkan anak berkualitas dengan capek di depan, atau mau capek di belakang,” terang Ibnu.
Sementara itu Ketua Panitia Seminar Agar Anak Tidak Jadi Strawberry Generation I’ah Himatul Masfuhah menyebut bahwa dewasa ini banyak dijumpai anak-anak dengan ciri demikian, tak terkecuali juga di tempat dia mengajar. Untuk itu, dia juga mengajak orang tua agar bersinergi dengan guru di sekolahnya sebagai upaya pencegahan.
“Kami dari Yayasan Al Islah Insan Mulia Wonosobo memiliki lembaga Insan Mulia Parenting School biasa mengadakan seminar parenting agar menyatukan visi misi dengan orang tua. Tema ini kami ambil karena zaman sekarang banyak yang memiliki mental stroberi. Semoga dari seminar ini ada tindak lanjut yang baik supaya anak tidak jadi generasi stroberi,” ucap I’ah.
Pada saat yang sama, Kepala Disdikpora Tono Prihatono mengapresiasi event yang diikuti oleh 400 peserta tersebut. Menurutnya membentuk karakter anak tidak hanya dilakukan di sekolah saja, tanggung jawab orang tua di rumah lebih besar.
“Kami harap dari seminar yang mempertemukan pihak sekolah dengan orang tua murid ini akan melahirkan satu pemikiran bagaimana agar anak memiliki mental yang baik menghadapi masa depan. Untuk guru juga harus selalu belajar karena mereka menghadapi generasi yang lahir tahun 2000an, dia harus tahu metode menghadapi anak-anak tersebut,” tutup Tono. (ang)