WONSOBO, suaralama.id – Persoalan sampah masih membutuhkan perhatian yang serius. Sampah yang dibuang di TPA Wonorejo berasal dari 125 desa di 10 kecamatan. Diharapkan masyarakat bisa melakukan pengolahan sampah secara mandiri, sehingga hanya 20 persen sisa sampah yang masuk ke TPA.
Seperti diketahui, TPA Wonorejo yang luasnya sekitar 3 hektar bisa dikatakan overload. Sebab setiap harinya ada sekitar 150 ton produksi sampah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Endang Lisdyaningsih menjelaskan, TPA Wonorejo menampung sampah dari 125 desa di 10 kecamatan se Wonosobo. Artinya hanya ada lima kecamatan saja yang sampahnya tak masuk ke TPA Wonorejo, yaitu Wadaslintang, Kepil, Sapuran, Kalibawang dan Sukoharjo.
Melihat hal itu, Endang mengatakan, beberapa upaya tengah dilakukan guna mengurangi pasokan sampah di TPA Wonorejo. Salah satunya dengan membatasi jam masuk truk sampah hingga pukul 15.00 saja. Selebihnya, tak diperbolehkan masuk atau harus menunggu sampai keesokan harinya.
“Hanya boleh menitip kendaraannya saja di luar area TPA. Kami juga kerja sama dengan pemulung, jadi mereka setiap ada sampah masuk langsung melakukan pemilihan sampah. Setiap hari Jumat kami ada agenda juga bersama para pemulung untuk kerja bakti bersih-bersih TPA,” kata Endang yang ditemui di kantor dinasnya baru-baru ini.
Pada bulan November mendatang, lanjut Endang, DLH akan melakukan sosialisasi terkait pengolahan sampah ke desa-desa. Hal ini berkaitan erat dengan konsep zero waste, yang mana melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik.
“Diharapkan nanti masyarakat akan bisa mengolah sampah secara mandiri. Jadi 60 persen sampah organik ditinggal di tempat, 20 persen sampah anorganik masuk ke bank sampah, sisanya baru ke TPA. Ini sudah mengurangi sampah yang masuk ke TPA, sampai di TPA harusnya sudah tinggal sampah diapers saja,” imbuh Endang.
Mengolah sampah organik rumah tangga, lanjut Endang, bisa dengan cara membuat lubang sampah. Jika sudah penuh, bisa ditutup kembali dengan tanah. “Kalau saat musim kemarau bisa disiram air agar pengomposan lancar. Jika sudah penuh ditutup, tiga bulan kemudian akan jadi pupuk,” kata dia.
Selain itu ke depan dia ingin mewujudkan satu kecamatan memiliki Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Namun, lanjut Endang, hal ini membutuhkan waktu dan akan diupayakan secara bertahap. Dia juga mengimbau desa-desa agar mengaktifkan bank sampah.
“Mari tingkatkan lagi aktivitas bank sampah di tingkat RT RW sebelum kebijakan ini dilakukan lebih tegas. Karena nantinya tiap desa harus mencapai target residu yang masuk ke TPA rata-rata hanya 20 persen saja yang masuk,” tutup Endang. (ang)