Suaralama.id – Wahyu pertama yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sekaligus sebagai pengukuhan sebagai Rasul atau utusan Allah, adalah ayat 1-5 QS. Al-‘Alaq. “Bacalah (wahai Muhammad) dengan (menyebut) Asma Tuhanmu, Yang Menciptakan. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa makna membaca yang akan menjadi pembuka jendela dunia, berupa ilmu dan pengetahuan, haruslah ilmu yang didasari dengan basis teologis dan kesadaran akan hadirnya Tuhan di dalamnya. Ini sekaligus menafikan, sifat dan sikap anti Tuhan atau ateisme.
Meminjam bahasa Albert Einstein, ia mengatakan: “Religion without science is blind. Science without religion is paralyzed” artinya “Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”.
Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa ada dualitas beroposisi biner yang mesti didalami secara simultan. Pertama tentang pentingnya agama untuk melambari ilmu pengetahuan, dan yang kedua perlunya ilmu dalam pengamalan agama.
Dengan tidak terasa puasa Ramadhan 1444 H, sudah memasuki hari ke-17. Biasanya disebut dengan hari awal diturunkannya Alquran (nuzul al-Quran).
Puasa diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun ke-2 H, sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum umat Nabi Muhammad SAW, bertujuan untuk mewujudkan kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Karena jati diri, entitas, serta marwah manusia itu, dapat dirasakan keberadaannya, ketika berhubungan dan memberi manfaat kepada manusia lainnya.
Karena itu, Rasulullah saw menegaskan, bahwa “sebaik-baik manusia adalah mana yang paling banyak memberi manfaat kepada manusia lainnya”.
Perkembangan sains (ilmu pengetahuan) dan komunikasi tidak jarang terasa lebih cepat dari adaptasi manusia terhadap berbagai implikasi terhadap berbagai perubahan tersebut. Era 4.0 yang diidentikkan hadirnya disrupsi peradaban manusia, akibat laju dan cepatnya perkembangan sains dan teknologi, karena banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan oleh robot atau artificial inteleigent atau “kecerdasan buatan) atau apapun namanya, perlu transformasi percepatan sistem teknologinya. Sehingga kekagetan tersebut tidak berlangsung lama.
Islam sendiri sangat mengutamakan percepatan dan perkembangan sains dan teknologi, agar hidup manusia bisa menjadi lebih nyaman, karena hal itulah Rasulullah saw menegaskan: “man arada d-dunya fa’alaihi bi l-‘ilmu wa man arada l-akhirata fa’alaihi bi l-‘ilmu wa man aradahuma fa’alaihi bi l-‘ilmi” artinya “Barangsiapa ingin kehidupan dunianya (nyaman dan sukses) maka baginya wajib berilmu pengetahuan. Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat, maka baginya wajib berilmu, dan barangsiapa menghendaki kehidupan yang nyaman bagi dunia akhirat, maka wajib baginya berilmu pengetahuan” (Riwayat Ath-Thabrani).
Perintah membaca bisa dimaknai, pertama, membaca ayat-ayat Qur’aniyah atau ayat-ayat Al-Qur’an, dan kedua, ayat-ayat kauniyah (kealaman).
Ayat-ayat Al-Quran diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW untuk manusia, sebagai petunjuk (hudan li n-nas) dan orang-orang yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah (2): 2).
Kedua, dengan Al-Qur’an manusia dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, antara yang benar dan yang salah (QS. Al-Baqarah (2): 185).
Ketiga, dengan Al-Qur’an menyadarkan bahwa manusia tidak mampu mendatangkan semisal Al-Qur’an (QS. An-Nisa’ (4): 82).
Keempat, Al-Qur’an sebagai wahyu yang mengandung kisah-kisah terbaik sebagai pelajaran berharga (QS. Yusuf (12) 3).
Kelima, Al-Qur’an membawa kegembiraan bagi orang-orang yang senantiasa berbuat kebajikan (QS. Al-Isra’ (17): 9).
Keenam, Al-Qur’an menjadi panduan untuk muhasabah (QS. Al-Isra’ (17): 14).
Ketujuh, Al-Qur’an sebagai pembatas antara orang-orang yang beriman kepada kehidupan akhirat (QS. Al-Isra’ (17): 45).
Kedelapan, Al-Qur’an sebagai obat dan kasih sayang bagi orang-orang yang beriman (QS. Al-Isra’ (17): 82).
Kesembilan, Al-Qur’an diturunkan untuk memantapkan hati manusia yang mengikutinya (QS. Al-Furqan (25): 32).
Kesepuluh, Al-Qur’an sebagai panduan dan petunjuk, agar tidak menjadi orang yang dzalim atau aniaya pada dirinya sendiri dan orang lain (QS. Al-Naml (27): 92).
Dan masih banyak lagi yang bisa difahami dari informasi tentang penting dan manfaatnya memahami diturunkannya Al-Qur’an.
Al-Qur’an yang diturunkan selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari, yang merupakan wahyu terakhir, merupakan panduan lengkap bagi kehidupan manusia. Tentu memerlukan upaya pemahaman dan penafsiran Al-Qur’an, oleh para ahlinya, ulama mufassir yang diakui kredibilitas dan sanad keilmuannya, agar tidak terjadi tafsir yang liar dan subyektifitas karena keterbatasan ilmu yang dimilikinya.
Selamat memberingati Nuzulul Quran, semoga kita mampu mengambil pelajaran dan pemahaman yang bermanfaat bagi perjalanan panjang kita di dunia ini, guna mempersiapkan bekal memasuki kehidupan abadi di akhirat yang dijanjikan Allah, lebih baik dan abadi. Allah a’lam bi sh-shawab.(dj)
Penulis Prof. Dr. H Ahmad Rofiq MA