KENDAL, suaralama.id – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menghadiri acara Hari Pers Nasional Tingkat Provinsi Jawa Tengah yang dipusatkan di Kabupaten Kendal, yang mana digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng, bertempat di Pendopo Tumenggung Bahurekso Kendal. Sabtu (19/2).
Turut menghadiri, Bupati Kendal Dico M Ganinduto melalui virtual karena sedang sakit, perwakilan Bupati/Walikota di Jateng, Ketua DPRD Kendal Muhammad Makmun, OPD Kendal, Ketua PWI Pusat Atal Sembiring Depari, Ketua PWI Jawa Tengah Amir Machmud beserta jajarannya, dan Ketua PWI Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, serta para tamu undangan lainnya.
Gubernur Jawa Tengah yang akrab disapa Ganjar tersebut dalam sambutannya mengatakan, acara peringatan Hari Pers Nasional (HPN) Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2022 ini pasti bukan untuk menggugurkan kewajiban saja, tetapi kalau melihat kapasitas dan kerja teman-teman, menjadi ruang agar perjuangan jurnalistik tetap terus menyala, yaitu perjuangan sebagai salah satu tiang demokrasi sekaligus perjuangan sebagai salah satu penjaga kemanusiaan.
“Tugas kawan-kawan semakin hari saya lihat semakin berat, karena citizen journalism berada disebelahnya dan bersaing begitu dahsyat. Karena sebagai sumber informasi, teman-teman dituntut mengetahui segala sesuatu lebih mendalam lagi dan mesti disampaikan dengan benar.
Mengingat, sekalinya ada miskomunikasi pastinya teman-teman menyampaikan informasi tersebut dengan tangkapan publik yang berbeda-beda, maka efeknya sangat besar,” ujar Ganjar.
Lebih lanjut, Ganjar menyampaikan, bahwa ia sepakat dengan judul lagu Nasidaria yaitu ‘Wartawan Ratu Dunia’. Maka, jika wartawan memuji, dunia ikut memuji, dan jika wartawan mencaci, dunia ikut membenci. Contoh kejadian sudah sangat banyak betapa besarnya pengaruh berita yang berikan kepada publik.
Menurut Ganjar, kejadian terbaru dan besar tentunya masyarakat mengetahui yaitu di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo. Hampir semua media menyorot ke sana, baik cetak, online, televisi maupun media sosial. Dari situlah seluruh mata dari penjuru Tanah Air bisa memandang kondisi Desa Wadas.
“Namun sampai sekarang, saya belum menemukan media yang mengungkap secara detail persoalan yang terjadi di Desa Wadas. Ya mungkin apakah saya kurang membaca atau karena itu kurang menarik dibandingkan dengan berita beberapa aktivis dan warga yang diamankan kemarin, atau seberapa keras secara visual yang kelihatan suasana yang tidak enak,” tutur Ganjar.
Ganjar menjelaskan, bahwa Desa Wadas ini jadi salah satu desa yang masuk dalam wilayah pengerjaan proyek strategis nasional Bendungan Bener. Beberapa desa lahannya difungsikan untuk tapak bendungan yang saat ini sudah dieksekusi dan dikerjakan, sementara Wadas sebagai suplay material yaitu batu andesit.
Tentu pengalih fungsian lahan itu disertai ganti untung kata pemerintah dan ganti rugi kata masyarakat. Bendungan Bener itu selain jadi penyuplai pengairan 13.589 ha lahan persawahan, juga diproyeksikan untuk pembangkit listrik berkapasitas 6 mega watt. Juga untuk memenuhi air baku dengan kapasitas 1.500 liter per detik dan mampu mengurangi potensi banjir sebesar 8,73 juta meter kubik yang mengalir biasanya di sungai Bogowonto.
“Jika melihat seluruh manfaat itu tentu kita rasa sepakat bahwa keberadaan bendungan ini itu sangat diperlukan. Bahkan bukan hanya oleh warga Kabupaten Purworejo saja, tapi juga beberapa kabupaten di sekitarnya seperti Wonosobo dan Kulonprogo. Tapi ternyata niatan baik saja tidak cukup.
Jika ‘negoro mowo toto’, maka ‘desa mowo coro’. Maka, ketika negara mengeluarkan kebijakan yang mencakup desa, maka cara-cara yang dipakai untuk merealisasikan kebijakan tersebut harus memakai caranya orang desa,” terang Ganjar.