WONOSOBO, suaralama.id – Kejadian itu masih lekat di ingatan Sarno (60) dan Suratman (40), ketika musibah tanah longsor merobohkan satu-satunya tempat tinggal mereka. Kini rumah saudara jadi tempat berteduh sementara yang diisi oleh 11 orang anggota keluarga.
Rumah yang ditempati merupakan milik adik Suratman. Ukurannya sangat sempit hanya ada ruang tamu, 1 kamar tidur dan dapur. Sementara kamar mandi berada di ujung bagian dapur. Kalau malam hari ruang depan jadi tempat tidur bersama karena kamar tidur tak muat menampung seluruh anggota keluarga. Total ada 3 Kartu Keluarga (KK) tinggal di rumah berada di gang sempit tersebut.
Tak bermaksud menyesali nasib, tetapi itulah yang Sarno dan Suratman lisankan kepada suaralama.id Selasa, (8/2/2022). Warga Dusun Wonosuko Desa Wonolelo Kecamatan Wonosobo tersebut jadi satu dari sekian banyak korban musibah di Wonosobo yang tak terjamah bantuan pemerintah.
“Kejadian longsornya 19 Desember 2021 mas,” ucap Suratman yang berusaha tegar dengan keadaan. Saat ditanyai kronologis kejadian, dia mengaku masih ingat bagaimana peristiwa menyayat hati itu menimpa dirinya dan keluarga.

Dikatakan Suratman, saat hari kejadian dia kebetulan sedang tidak berada di rumah. Ia tengah bekerja jadi buruh di Semarang selama dua hari. “Waktu itu teman saya mau kasih makan burung merpati peliharaan saya di rumah. Temen saya ini ihat beberapa bagian tembok rumah retak, dan lama kelamaan makin banyak, ” kata dia.
Menyadari hal itu, teman Suratman tersebut lantas memberi tahu pihak keluarga kondisi rumah mulai tidak aman. Benar saja, 19 Desember 2021 sekitar pukul 20.00 WIB rumah Suratman roboh dan menimpa rumah sang ayah, Sarno yang berada tepat di bawahnya. Kedua rumah itu hancur dan semua harta benda mereka lenyap digulung musibah tanah melorot itu.
“Kalau kata petugas SAR dan para tetangga penyebabnya kondisi tanah labil dan diperparah sama hujan lebat selama beberapa hari terakhir, ” imbuh Suratman. Dia menyebutkan beruntungnya tak ada anggota keluarga terluka karena sempat menyelematkan diri sesaat sebelum kedua rumah itu ambruk.
Saat disinggung soal bantuan, Suratman mengaku belum ada bantuan yang secara langsung diberikan pemerintah desa setempat atau pemerintah kabupaten. Hanya pada saat kejadian menerima bantuan makanan, pakaian dan alas tidur berupa karpet. “Beberapa hari kemudian Basarnas ngasih 20 kantong semen dan 10 lembar seng, ” tutur dia.
Suratman bingung bantuan material itu mau digunakan untuk apa karena kalau untuk bangun rumah lagi di lokasi yang sama sudah tidak aman, soalnya posisinya berada di bibir parit. “Ya mau tidak mau dibeli tetangga karena kalau terlalu lama disimpan semen dan seng kurang layak pakai, sambung Sarno, bapak 6 orang anak itu.
Sarno dan sang anak tidak mengharapkan bantuan muluk-muluk, dia hanya ingin pemerintah memberikan perhatian kepada mereka dan mencarikan solusi tempat tinggal yang layak untuk melanjutkan hidup. “Malu sama tetangga kalau begini terus, ” tutup Sarno.