WONOSOBO, suaralama.id – Masyarakat RW 5 Sruni Jaraksari menggelar merdi dusun untuk menyambut datangnya bulan muharam atau suro. Seluruh warga antusias mengikuti satu persatu rangkaian kegiatan. Merdi desa diharapkan semakin memupuk kegotong royongan dan kerukunan umat beragama antar warga.
Merdi dusun berlangsung selama dua hari berturut-turut, yakni Jumat (29/7) hingga Sabtu (30/7) di seputaran RW 5 Desa Sruni Jaraksari.
Ada beragam kegiatan yang dilaksanakan, mulai dari doa bersama lintas agama, bersih makam Kiai Muntang, pertunjukan seni, kembul bujana, ritual ruwat bumi, pentas wayang kulit hingga larung sukerto.
Ketua RW 5 Desa Sruni Kelurahan Jaraksari Heri Pujiyanto menjelaskan, merdi dusun rutin dilakukan tiap tahun untuk menyambut bulan muharam atau sasi suro. Pelaksanaan acara ini dipercaya untuk mencegah energi negatif dan upaya nguri-nguri budaya.
“Selain itu maksud dari merdi dusun ini untuk melestarikan tanah dan air di sruni termasuk warga-warganya. Sudah sejak turun temurun maka harus tetap dilaksanakan. Walaupun wilayah kami ada di kota namun budaya masih sangat kental, sesuai semboyan kami Sruni Nyawiji,” papar Heri kepada Suara Merdeka, Sabtu (30/7/2022).
Dikatakan oleh Heri, salah satu kegiatan yang menarik adalah larung sukerto. Di mana para warga berkumpul mengenakan pakaian adat Jawa Tengah kemudian melakukan arak-arakan hingga Sungai Semagung tepat pada pukul 00.00 dini hari, yang mana pergantian malam satu suro.
Tujuannya, lanjut Heri, untuk membuang sial atau energi negatif. Acara diawali dengan membaca macapat kidung oleh para sesepuh desa.
“Sesaji dan hasil bumi dilarung pada pertemuan dua aliran sungai atau kami menyebut tempuran. Pakaian-pakaian juga ikut dilarung. Semua warga mengikuti, ini yang membuat seru,” imbuh Heri.
Lebih dari itu, Heri menjelaskan, selalu mengimbau warganya agar terus turut melestarikan kebudayaan dan kerukunan. Terlebih lagi Sruni Jaraksari dinobatkan sebagai Kampung Pancasila beberapa bulan yang lalu.
“Ada islam, nasrani, hindu, budha dan kepercayaan. Kamu juga terdiri dari 16 RT dan para warga tidak mau dipecah. Dengan merdi dusun ini rasa persatuan dan kerukunan warga diuji, ternyata mereka masih sangat kompak dan memiliki gotong royong tinggi,” tutur Heri yang ditemui di sela-sela acara.
Pada saat yang sama, salah satu warga RT 14 RW 5 Siti Fatimah (35) mengaku turut mengikuti beberapa rangkaian acara. Dia berharap merdi desa selalu dilaksanakan untuk nguri-uri budaya.
“Saya senang bisa ikut andil dalam merdi dusun tahun ini karena bisa melestarikan tradisi yang sudah turun temurun. Semoga akan terus ada sampai anak cucu kelak,” ujar perempuan yang karib disapa Imah ini.
Begitu pula dengan Wahyu Widiantoro (35) yang telah mengikuti acara dari awal sampai akhir. Dari sekian banyak rangkaian, menurut Wahyu, larung sukerto menjadi yang paling menjadi favoritnya.
Sebab menggambarkan panjatan doa agar ke depannya semakin baik.
“Tidak kalah menarik juga kembul bujana di mana kami melakukan makan bersama warga di Balai RW. Karena masyarakat di sini majemuk, jadi saya antusias ikut. Senang akhirnya merdi dusun diadakan ramai-ramai lagi setelah absen karena pandemi,” pungkas Wahyu. (ang)