BANDUNG, suaralama.id – Serikat buruh atau pekerja diminta tak terlalu mempersoalkan penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022.
Sebaiknya, mereka harus fokus dalam mengawal struktur skala upah di perusahaan yang dituangkan dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Sekda Jabar, Setiawan Wangsaatmadja mengingatkan bahwa UMP tersebut sejatinya diperuntukan bagi pekerja di bawah 1 tahun, sehingga seharusnya kebijakan tersebut tak menimbulkan kegaduhan.
“UMP berlaku bagi tenaga kerja di bawah 1 tahun, bukan di atas 1 tahun. Pekerja yang di atas 1 tahun bisa gunakan struktur skala pengupahan. Ini kan kesannya terjadi kehebohan tentang ini padahal ada perbedaannya,” jelasnya usai mengumumkan UMP Jabar 2022 di Gedung Sate Bandung, Sabtu 20 November 2021.
Dalam penetapan itu, upah minimum provinsi (UMP) 2022 di wilayahnya mengalami kenaikan 1,72 persen.
Besaran kenaikannya adalah Rp 31.135,95 dibandingkan kebijakan serupa pada tahun lalu sehingga UMP yang mulai diberlakukan tahun depan sebesar Rp 1.841.487,31
Dalam kaitan itu pula, dia meminta semua pihak bisa mencermati persoalan upah tersebut secara jernih.
Setiawan mengaku paham dengan kesulitan buruh tapi di sisi lain pertumbuhan pun memerlukan tahapan untuk bangkit.
“Solusinya terbaiknya kita ingin buruh tetap berkerja, pengusaha pun demikian. Karena semangatnya sama-sama tingkatkan UMP tapi perlu diingat pula banyak industri bubar, hengkang karena tak kuat lagi karena kondisi yang menghantam dunia usaha ini cukup dalam,” jelasnya.
Kadisnaker Rahmat Taufik Garsadi menambahkan bahwa serikat pekerja atau buruh sebaiknya tak fokus dengan urusan UMP.
Baginya ada urusan lain yang juga menuntut peran buruh.
“UMP kan untuk pekerja di bawah 1 tahun, di atas 1 tahun seharusnya dikawal terutama soal PP dan PKB-nya, karena di sana harus mencantumkan struktur skala upah yang dasarnya dibuat dari kesepakatan manajemen dan buruh, dan itu dilaporkan pula ke pemerintah,” jelasnya.
Dalam kesepakatan itu, buruh bisa menuntut kenaikan upah, namun harus diimbangi pula dengan parameter-parameter yang terukur termasuk produktivitas.
Dengan demikian, ini akan adil bagi kedua belah pihak.
“Jadi upah bisa naik setiap tahun, dan bedakan dengan persoalan upah minimum. Serikat saatnya memberikan atensinya karena masih dalam rangka mengawal kesejahteraan buruh seperti itu. Kalau hanya mengawal UMP atau UMK, itu makro,” kata Rahmat Taufik Garsadi.