JEPARA, suaralama.id – Ratu Kalinyamat atau Retna Kencana adalah seorang perempuan yang memimpin Jepara sekitar abad ke-16. Di Jepara sang Ratu membuktikan pada dunia dengan kapal dan pasukan perangnya yang tangguh. Jepara merupakan tonggak awal militer dan pusat pembuatan kapal pada 500 tahun yang silam.
Jepara adalah satu wilayah di pesisir utara Jawa. Walaupun dalam tradisi Jawa, perempuan disebut “konco wingking” atau teman belakang, Ratu Kalinyamat telah memainkan perannya. Tak hanya di lingkup regional, namun kegigihan Ratu Kalinyamat juga di akui di lingkup internasional. Munculnya Ratu Kalinyamat sebagai lakon perempuan Jawa telah menunjukkan kondisi yang bertolak-belakang dengan tradisi dan gambaran perempuan Jawa secara umum.
Membawa Jepara di puncak kejayaan Sepanjang sejarah maritim di Indonesia, sosok Ratu Kalinyamat telah meninggalkan jejak tersendiri mengenai keterlibatan perempuan Jawa yang menjaga kedaulatan maritim Nusantara. Selama 30 tahun kepemimpinnya, Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa Jepara pada puncak kejayaannya. Ratu Kalinyamat dengan armada lautnya, telah dua kali menyerang Portugis di Malaka.
Sehingga selama masa kekuasaannya, Jepara semakin berkembang pesat menjadi bandar pelabuhan terbesar di Pantai Utara Jawa serta memiliki armada laut yang besar dan kuat. Pada penyerangan pertama, Ratu Kalinyamat dan armadanya berhasil mengepung Malaka selama tiga bulan. Penyerangan ini dilakukan untuk menarik mundur Portugis dari Malaka pada tahun 1551 dan 1574
Sayangnya pada penyerangan kedua ia gagal. Ratu Kalinyamat pun menarik kembali pasukannya ke Jawa. Walaupun demikian, pada masa kekuasaan Ratu Kalinyamat, kota pelabuhan Jepara merupakan salah satu kota atau kerajaan maritim di Pantai Utara Jawa yang sangat kuat. Kala itu masyarakat Jeparatampil dalam panggung sejarah Nusantara sebagai masyarakat bahari dengan memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan memanfaatkan sumber daya lautnya.
Keberanian Kalinyamat diakui Portugis Keberanian Ratu Kalinyamat juga diakui oleh bangsa Portugis. Hal tersebut terungkap dari tulisan Diego de Couto dalam bukunya “Da Asia”. Ia menyebut Rainha de Japara, senhora paderosa e rica (Ratu Jepara, seorang perempuan kaya dan sangat berkuasa). Sumber lainnya juga menyebutnya sebagai De Kraine Dame (seorang perempuan yang pemberani). Selama kepemimpinannya, Ratu Kalinyamat tak hanya fokus pada pertanian sebagai wilayah kekuasaannya. Ia mengutamakan aktivitas pelayaran dan perdagangan dengan daerah seberang.
Ia juga menerapkan sistem commenda (kontrak pinjaman alat bayar/uang untuk perdagangan) dalam melakukan hubungan dagang dan pelayaran. Sistem commenda mengatur raja atau penguasa yang ada di wilayah pesisir melalui wakil-wakilnya di Malaka, untuk menanamkan modal pada kapal dari dalam maupun luar negeri yang akan berlayar untuk melaksanakan perdagangan dengan wilayah lain. Sayangnya Jepara mengalami kemunduran saat Ratu Kalinyamat mangkat dan kekuasaannya jatuh di tangan Sultan Pajang. Nanum pelabuhan Jepara dan aktivitasnya tak berhenti.
Salah satu pelaut Belanda yang datang pertama kali Jepara mengatakan jika Jepara adalah pelabuhan ekspor yang menjadi bagian penting Kerajaan Mataram. Sekitar tahun 1680-an, VOC memperoleh konsesi dalam bentuk sewa (gadai) dari Raja Mataram untuk mendirikan benteng di pelabuhan Jepara. Selain Batavia, pusat kekuasaan VOC ada di Jepara karena pada waktu itu posisi Jepara sangat menguntungkan. Dengan pusat kekuasaan di Jepara, maka VOC akan mewarisi sarana dan prasarana kota pelabuhan yang strategis serta potensi Jepara yang saat itu masih memiliki daerah yang menghasilkan produk pertanian.
Ratu Kalinyamat lahir jauh kira-kira lima abad sebelum Kartini. Belum ditemukan sumber sejarah yang menyebut angka kelahirannya secara pasti, namun dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa ia merupakan putri Pangeran Trenggana dan cucu Raden Patah, sultan Demak pertama. Bernama asli Ratna Kencana, sumber tradisional Jawa menyebutkan bahwa ia menggantikan suaminya Pangeran Hadiri, menjabat sebagai raja di Jepara.
Ia tidak pernah menyangka bahwa kematian suaminya membawa ia pada babak yang sama sekali baru dalam hidupnya. Dari sinilah semuanya di mulai. Sepeninggal mendiang suaminya, internal kerajaan Demak diwarnai konflik kekuasaan. Karakternya yang kuat membuat ia dipercaya menjadi tokoh sentral dalam penyelesaian konflik keluarga tersebut. Peran yang dilakukan ini menunjukkan kemampuannya yang melebihi tokoh lain dalam menghadapi disintegrasi Kerajaan Demak. Namanya semakin populer di seantero Jepara.
Mendiang suaminya tidak meninggalkan anak ketika ia pergi. Untuk mengisi kekosongan tersebut ia mengasuh anak dari adiknya, Pangeran Timur yang nantinya menjadi adipati di Madiun. Selain itu sejarah Banten juga mencatat bahwa Kalinyamat mengasuh Pangeran Arya, putera dari Maulana Hasanuddin, Raja Banten tahun 1500-an yang nantinya akan menjadi pengganti Ratu Kalinyamat memerintah Jepara. Ia juga memiliki putri angkat bernama Dewi Wuryan, putri Sultan Cirebon.
Selain menjadi tumpuan bagi keluarga besar Kerajaan Demak, Ratu Kalinyamat juga digambarkan sebagai single-parent yang bertanggung jawab atas kehidupan anak asuh dan kemenakannya. Dua peran sekaligus dalam sekali dayung.
Sejak tahun 1500-an, Jepara sudah diperkirakan menjadi kota dagang penting. Aktivitas kelautan dan perdagangan padat, khususnya yang mengarah ke Maluku atau Malaka. Di bawah Ratu Kalinyamat, strategi pengembangan Jepara diarahkan pada penguatan sektor perdagangan dan angkatan laut. Untuk pertahanan, Jepara menjalin kerja sama dengan Johor, Aceh, Banten, dan Maluku. Satu aktivitas yang pada masanya jarang dilakukan kaum perempuan.
Tidak hanya sampai di sana, selama 30 tahun kekuasaannya (1549-1579) Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa Jepara pada puncak kejayaan dengan amannya wilayah Kalinyamat dan Prawata yang bebas dari ancaman manapun. Sumber Portugis menyebutkan bahwa Jepara saat itu sudah menjadi kota pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa dan memiliki armada laut yang besar dan kuat pada abad ke-16. Bahkan ia mampu menampung kapal besar bermuatan 200 ton lebih.
Semangat membela tanah air dan melawan Portugis terus berkobar di hati perempuan ini. Lewat lautan, ia terus menggempur Portugis yang berada di Malaka, salah satunya pada tahun 1574. Dibandingkan ekspedisi pertama yang bekerja sama dengan Raja Johor, kali ini ia mengirim armada yang jauh lebih besar yaitu terdiri dari 300 buah kapal layar dengan 15.000 prajurit pilihan, sekaligus dilengkapi dengan banyak perbekalan, meriam dan mesiu.
Tidak ada motivasi politik macam-macam dari Ratu Kalinyamat saat itu. Kegigihannya membantu melawan Portugis, menurut catatan sejarah adalah untuk melindungi kepentingan perdagangan suku-suku bangsa dari berbagai daerah di Nusantara yang sudah lebih dahulu beraktivitas di sana. Popularitasnya sebagai kepala pemerintahan tidak hanya dikenal di kawasan Nusantara bagian barat saja, tetapi juga Nusantara bagian Timur.(pur