WONOSOBO, suaralama.id – Masjid Al Manshur menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Wonosobo. Masjid ini menyimpan cerita sejarah tersendiri dengan adanya Makam Kiai Walik, selain itu kerap menggelar agenda pengajian, salah satunya Seton yang diadakan setiap hari Sabtu.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di sana, kesan pertama yang didapat yakni teduh, dan tenang. Apalagi dengan arsitektur klasik khas Jawa kuno dengan pilar-pilarnya yang menjulang, menambah kekaguman akan masjid ini.
Imam Besar Masjid Al Manshur KH Achmad Chaedar Idris mengatakan bahwa masjid ini merupakan tanah wakaf dari KH Manshur seluas kurang lebih tujuh ribu meter persegi di Kampung Kauman Utara. Pembangunan masjid dimulai pada 1847 dan baru selesai sembilan tahun kemudian yaitu 1856.
Chaedar menjelaskan, KH Manshur dulu diangkat menjadi penghulu kabupaten pada 1842 oleh R Mangoen Koesoemo yang merupakan Bupati Wonosobo periode 1832-1857. “KH Mansur sendiri adalah putra dari KH Marhamah Bendosari Sapuran, cucu dari R Soetomarto II dan masih keturunan ke-17 dari Brawijaya V, Raja Majapahit,” ucap Chaedar yang ditemui di kediamannya, Jumat (1/4).
Bangunan masjid, lanjut Chaedar, telah mengalami beberapa kali renovasi. Antara lain pada tahun 1924 setelah terjadi gempa besar, atap yang semua terbuat dari ijuk diganti genteng. Sedangkan pada 1972 atap diganti seng, dan bangunan serambi dibuat bentuk ala Spanyol.
“Tahun 2018 direhab, bentuk serambi dikembalikan seperti sebelumnya, ditambah dengan teras agar bisa lebih banyak menampung jamaah,” paparnya.
Hingga saat ini, Al-Manshur sering menggelar kegiatan pengajian dan agenda sosial masyarakat yang lain. Salah satu yang masih rutin yakni pengajian Seton yang dilaksanakan seminggu sekali tiap hari Sabtu.
Sejarah ada yang mencatat pengajian ini sudah ada semenjak 1961, salah satu punggawanya yakni KH Muntaha. Peserta yang datang tak hanya dari Wonosobo, melainkan dari luar kota, seperti Parakan dan Banjarnegara.
Selain mengaji, jamaah juga menyempatkan pula untuk mencocokkan jam matahari yang ada di depan masjid.
Makam Kiai Walik Pendiri Kota Wonosobo
Tak jauh dari tempat wudhu, terdapat makam Kyai Walik salah satu pendiri Kota Wonosobo sekaligus menyebarkan agama islam.
Diketahui ada tiga pendiri Wonosobo yakni Kiai Karim, Kiai Walik dan Kiai Kolodete. Ketiganya membuka hutan belantara menjadi pemukiman dan menyebarluaskan agama islam.
Mereka tinggal di tempat berbeda-beda. Kiai Kolodete mendiami Dataran Tinggi Dieng, Kiai Karim di seputar Kalibeber dan Kiai Walik bermukim di area kota Wonosobo. Kiprah Kiai Walik di Wonosobo juga sebagai tokoh perancang kota sekaligus figur pemimpin merakyat.
Chaedar menambahkan, tidak heran jika para peziarah makam Kiai Walik didatangi orang dari seantero Nusantara bahkan lintas agama dan etnis. “Saya yakin beliau orang yang dihormati dan luwes bergaul dengan siapa pun,” kata Chaedar.
Dulu keberadaan makam di belakang masjid belum diketahui empunya. Muncul anggapan bahwa pusara tersebut makam Kiai Walik, ada juga yang menyebut sebagai petilasan atau pekaringan para wali.
Habib Lutfi bin Yahya pada 1996 silam datang ziarah ke makam tersebut. Setelah berdoa dan berdia beberapa saat dia berkata bahwa ada makam seorang ulama sayid (keturunan Rasulullah SAW) yang berasal dari Yaman.
Pada akhir wawancara Chaedar menjelaskan penuturannya ini ia rangkum dari cerita yang diperoleh dari beberapa tokoh agama. “Tentu ada versi lain, karena memang tidak ada catatan resmi semua bersumber dari tutur kata,” pungkasnya.
Secara terpisah, salah satu jamaah Masjid Al Manshur Alif (30) mengatakan, dia bangga dengan adanya Masjid Al Manshur yang kerap didatangi peziarah dari berbagai daerah di Indonesia.
“Dari segi arsitektur yang klasik membuat betah saat sholat Jumat di sana. Selain itu masjid ini menjadi sejarah tumbuhnya agama islam di Wonosobo,” tutur dia.