WONOSOBO, suaralama.id – Sejumlah siswi SMA Negeri 1 Selomerto belajar membuat kain eco print, mereka nampak antusias mengikuti pelatihan dari awal hingga akhir. Pelatihan pembuatan kain eco print ini sarat akan makna nilai-nilai Pancasila, di antaranya kegotong royongan. Membuat kain eco print bisa memanfaatkan dedaunan di sekitar lingkungan.
Belasan siswi SMA Negeri 1 Selomerto terlihat asyik saat belajar membuat kain eco print. Mereka sangat menikmati proses dari awal hingga akhir. Setelah nampak hasil akhirnya, mereka pun mengenakannya satu-satu dan diperagakan bak seorang model di atas panggung.
Salah satunya adalah Elgidia, siswa Kelas X ini mengaku antusias belajar membuat kain eco print tersebut dan merupakan pengalaman pertamanya. Kendati demikian, dia sempat merasa kesulitan saat harus mengkreasikan peletakan daun-daun. “Karena menempel daun harus sejajar, namun seru sekali bisa mengasah kreativitas. Tapi setidaknya bisa melatih kerja sama dengan teman dan saya baru tahu kalau kain dan daun bisa jadi satu karya seni,” kata Elgidia kepada Suara Merdeka, Rabu (9/11).
Sementara itu, Founder Eco Print Sekar Langit, Mulyani mengatakan, sudah menggeluti dunia eco print sejak 2019. Setelah melalui proses panjang, kini dia memproduksi lembaran demi lembaran eco print. Bahkan dia sering diundang menjadi guru tamu di beberapa sekolah untuk berbagai cara membuat kain eco print.
Menurut Mulyani, membuat eco print tak hanya sekedar proses membuat warna daun menempel pada kain saja. Melainkan lebih dari itu, terutama jika disesuaikan dengan proyek profil pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka. Dikatakan Mulyani, ada filosofi yang cukup dalam ketika membuat eco print.
“Daun yang macam-macam itu ditata menggambarkan kehidupan yang penuh warna dan tidak satu motif. Gotong royong jelas ada, ketika daun sudah ditata lalu dikukus itu sebenarnya mengajarkan untuk bertaqwa pada Tuhan. Di mana kita menyerahkan hasil sepenuhnya pada Tuhan, karena belum tentu yang kita harapkan sesuai. Kebhinekaan juga sesuatu akan jadi indah kalau berbeda-beda bentuk motif,” terang Mulyani.
Proses pembuatan eco print sendiri, lanjut Mulyani, ada dua teknik yang dipakai yaitu dengan memukul-mukul daun dan stempel. “Kalau stemp itu pertama kain utama direndam satu malam, dicuci dan dikeringkan. Kemudian daun ditata dan diberi warna dengan kain blanket atau yang untuk pewarnaan, kemudian digulung dan dikukus selama dua jam. Setelah itu diangin-anginkan selama satu minggu untuk proses oksidasi dan penguatan warna,” imbuh dia.
Daun yang bisa dipakai pun bermacam-macam, Mulyani mendapatkan sumber dedaunan dari sekitar rumahnya. Seperti daun jenitri, daun jati, daun biden, daun insulin, daun kenikir dan lain sebagainya. “Awalnya saya hanya otodidak saja, eksplorasi sendiri dan tidak keluar warna pada kainnya. Kemudian setelah ikut pelatihan baru bisa memunculkan warna, bahkan sudah coba 50 sampai 100 untuk mencari jejah daun yang baik,” kenang dia.
Satu lembar kain eco print dibanderol dengan harga Rp250 ribu hingga Rp1 juta tergantung dengan jenis kain dan motifnya. Dia sudah menjual produknya hingga ke Jakarta, Malang dan Surabaya. “Ya melaui pelatihan-pelatihan seperti ini saya paling tidak mengenalkan eco print, dan tentu saja selalu mengenakan produk buatan sendiri,” ucap perempuan yang juga piawai bermain alat musik tradisional bundengan ini.
Pada saat yang sama, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Selomerto, Sri Mulyadi mengatakan, pelatihan pembuatan eco print ini merupakan penerapan dari kurikulum merdeka, yaitu proyek penguatan profil pelajar Pancasila. Kali ini topik yang dipilih yaitu gaya hidup berkelanjutan.
“Kami ambil pembuatan eco printing ini karena merupakan salah satu bentuk kerajunan yang masih menggunakan bahan dasar dari alam, sehingga jauh dari bahan-bahan kimiawi. Jadi para siswa bisa mencari daun dengan bentuk indah dan dikopi atau diprint di selembar kain,” kata Sri.
Senada dengan Mulyani, Sri juga menilai pembuatan eco print ini sarat akan nilai-nilai Pancasila, utamanya pada kegotong-royongan. “Harapan kami para siswa bisa menularkan ke lingkungan sekitarnya di tingkat RT, itu tujuan jangka pendek kami. Toh yang dituju dari proyek itu adalah proses pembelajaran dan karakter profil pelajar Pancasila, yang dalam pengerjaan harus kerja sama dan kreatif,” tutup Sri. (ang)