YOGYAKARTA, suaralama.id – Hantu, setan, memedi dan sebutan lain yang sejenis membuat bulu kuduk banyak orang bergidik. Menyebut namanya saja sudah berpikir yang bukan-bukan apalagi melihat secara langsung. Bisa-bisa lari tunggang langgang.
Bukan yang manusia yang takut hantu, hewan pun juga demikian. Karena itulah sering terlihat boneka-boneka menakutkan di sawah sebagai pengusir hewan. Istilah akrabnya, memedi sawah. keberadaan memedi sawah supaya hewan takut dan tidak mengganggu tanaman padi.
”Memedi sawah merupakan bagian dari kebudayaan yang berkembang di masyarakat pedesaan, atau kearifan lokal yang merupakan warisan dari nenek moyang,” tutur mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, Basid Elmi Izzaqi.
Ia bersama teman-temannya dari Prodi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Sosial menggelar festival memedi sawah di Dusun Candran Kebonagung Imogiri Bantul.
Ini salah satu upaya menjaga dan melestarikan kearifan lokal. Mereka, Diah Nadiatul Jannah, Rina Suhartanti, Eva Riska Amalia dan Marlinda Putri.
Budaya Lokal
Masyarakat Jawa, termasuk di DIY, memanfaatkan memedi sawah untuk menjaga tanaman dari serangan hama perusak seperti burung. Petani berharap memedi sawah dapat menggantikan tugas manusia menjadi pengusir hewan.
”Memedi sawah merupakan karya cipta petani lokal. Tradisi memajang memedi sawah biasanya bersamaan dengan ritual tertentu,” ujar Elmi.
Prosesi memedi sawah mulai perencanaan, penentuan waktu maupun atribut, penempatan, kegiatan pendukung dan lainnya menjadi kegiatan Festival Memedi Sawah, Nini Thowong. Setelah Tarian Nini Thowong selesai, kegiatan berlanjut ke penutup yaitu Rayahan.
Memedi sawah merupakan media untuk mengkomunikasikan salah satu bentuk kebudayaan di bidang pertanian. Isinya sarat nilai yakbi seni, kreativitas, dan budaya.
Bahan-bahan mdmedi sawah berasal dari sisa-sisa dan hasil pertanian maupun peralatan pertanian yang tidak terpakai.
Penulis: Agung PW