SEMARANG, Suaralama.id – Membangun sebuah usaha memang memerlukan pengorbanan besar, bukan hanya berkorban materi tapi bahkan hati dan mempertaruhkan masa depan. Hal ini dirasakan oleh pendiri embrio perusahaan buku ternama, PT Sinar Dunia yang memproduksi Buku Merk Gelatik Kembar dan Vision.
Kisah inspiratif tersebut diceritakan oleh Irwan Damitrias, Komisaris PT Sinar Dunia yang juga merupakan adik dari Yuwono Ali, arsitek produsen buku dan kertas terkemuka di Indonesia.
Irwan Damitrias mengisahkan bahwa usaha buku tersebut awalnya hanya usaha kecil rumahan, kongsi antara ayahnya dan adik ipar ayahnya tahun 1960-an yang sempat kolaps dan hanya menyisakan dua mesin tua, yakni mesin pemotong kertas buatan Cina serta mesin pencetak garis buatan Solo.
“Jadi awalnya itu adalah perusahaan kongsi antara papah saya dengan adek iparnya, sekitar tahun 1960-an. Ketika dalam perjalanannya itu, perusahaan itu kolaps. Kemudian oleh adek ipar papah saya itu papah saya disuruh neruskan dengan tinggal ada dua mesin saja, yakni mesin potong dan mesin pembuat garis buku,” ujar Irwan saat diwawancara pada Rabu (15/3/2023).
“Dua mesin itu kemudian dibawa ke rumah kami di Gambiran Semarang Tengah, sehingga papah saya meneruskan usaha kertas itu sebagai home industri. Nah saat papah saya menggarap usaha itu, kami sebagai anak-anak itu masih kecil-kecil di bawah 10 th. Karena itu, saat itu usaha yang dikembangkan ayah saya hanya cukup untuk makan saja,” ujar Irwan mengisahkan pahitnya kehidupan keluarganya saat merintis usaha tersebut.
Irwan mengisahkan tipikal ayahnya bukanlah orang marketing. Artinnya pemasaran produk yang dilakukan tidak kemana-mana, hanya mencakup rekanan-rekanan tertentu saja yang telah dikenal dekat.
Namun setelah itu, kakak laki-laki Irwan, yakni Yuwono Ali yang memutuskan drop out saat kelas 1 SMA tahun 1974, membantu ayahnya mengembangkan usaha.
“Dia drop out dan membantu usaha ayah saya itu. Sebelumnya kakak saya kerja jadi sales obat, nah hasil kerja kakak saya digunakan untuk membantu perputaran usaha ayah saya. Sampai kakak saya terbang ke Makasar saat kerja jadi sales obat tersebut,” ungkap Irwan mengisahkan perjuangan Yuwono Ali yang banting tulang melanjutkan usaha ayahnya tersebut.
Kemudian Yuwono Ali berhenti dari sales obat dan pulang ke Semarang dengan membawa misi untuk mengembangkan usaha ayahnya sampai membeli tempat produksi sendiri di Muktiharjo Genuk tahun 1986 dan Yuwono Ali mendirikan Usaha Perorangan yg resmi di tahun 1988 hingga besar seperti sekarang.
“Waktu itu saya masih sekolah, bahkan saya masuk universitas, uang pangkalnya yang membiayai kakak saya Yuwono Ali. Waktu itu 700 ribu rupiah,” kenang Irwan mengisahkan perjuangan kakaknya untuk adik-adiknya.
“Setelah itu saya lulus, dan saya bekerja sesuai dengan bidang studi saya yaitu pertanian di pabrik hybrid, perusahaan join dari Amerika dan Indonesia. Belum ada setahun kerja, saya jatuh sakit sampai berbulan-bulan saya tidak kerja dan akhirnya saya keluar dari pekerjaan saya itu. Peduli dengan kondisi saya, saya ditarik ke perusahaan oleh Kakak saya Yuwono Ali tahun 1988 dan ikut membantu dalam administrasi, kalkulasi, dan akuntansi.” bebernya.
Awal mengembangkan usaha ini, Yuwono Ali hanya memiliki modal dan sumber daya terbatas, sehingga untuk mengoprasikan mesin dan menjalankan produksi tidak menggunakan jasa montir. Tapi dia sendiri membangun pengetahuan dengan belajar dari orang-orang yang telah menjalankan usaha serupa.
“Bahkan saat pindah usaha ke Muktiharjo itu, kakak saya membangun sendiri tempat produksi dan gudang seluas 300 meter persegi,” ujar Irwan yang menginjak usia kepala 7 ini.
“Memang dalam membangun usaha itu, harus ada seorang founder, dan harus ada orang yang punya visi membangun usaha, yaitu kakak saya. Jadi kakak saya itu arsitek dari perusahaan ini. Siang malam dia bekerja dan belajar membangun usaha sampai dia mengorbankan pendidikannya yang hanya sampai kelas 1 SMA,” ujar Irwan yang mengakui bahwa arsitek yang membesarkan Pt sinar Dunia adalah kakaknya.
Waktu itu, tahun 1980-an, meskipun usaha sudah berjalan lancar, tapi masih terhitung kecil, Irwan mengumpamakan jika jaman sekarang mungkin disebut UMKM. Tapi usaha serupa saat itu tahun 1980 hingga 1990-an sangat banyak dan perebutan pasarnya cukup ketat.
“Jadi saya masih ingat, ada beberapa pabrik buku dan kertas yang besar di Semarang, mereka semua penguasa pasar di daerah-daerah tertentu. Ada yang kuat di daerah Kendal dan Kudus. Lalu ada yang pasarnya di daerah Cirebon. Jadi waktu itu usaha kertas dan buku itu sangat kompetitif, dan brand Gelatik Kembar sangat sulit bersaing,” terangnya.
“Nah oleh kakak saya, strategi produksi dirubah dengan meningkatkan kualitas, setelah itu marketingnya juga diperkuat. Jadi saat itu kami memproduksi buku tebal Gelatik Kembar dengan segmentasi perkantoran. Jadi perkantoran adalah celah pasar yang masih jarang digarap dan kakak saya punya keyakinan bisa berkembang di sana. Setelah pasar di perkantoran kuat, barulah kita ekspansi pasar ke sektor buku tulis merk Vision untuk anak sekolah,” ujarnya.
“Saat itu, sejak memiliki tempat produksi sendiri mulai 1986 sampai tahun 1990-an, kita masih tergolong usaha kecil perorangan dengan karyawan hanya 15-20 orang dengan jaringan pemasaran dominasi di Jogja, Solo, dan Kudus,” tandasnya.
Titik balik dari embrio PT Sinar Dunia terjadi pada krisis moneter tahun 1998, usaha Yuwono Ali yang masih berstatus Perusahaan Perorangan tersebut sempat merasakan pengaruh yang luar biasa karena modal dari perbankan tidak bisa cair, bank banyak yang tutup imbas krisis yang besar.
“Namun kita berusaha bertahan. Saat itu kita punya kerekatan hubungan kekeluargaan antara karyawan dan kami selaku keluarga owner. Jadi kita sempat tahun 1998 beberapa bulan produksi tidak berjalan, para karyawan dengan rela hati tidak kerja. Namun saat usaha mulai kembali berjalan, para karyawan itu secara utuh bekerja kembali di pabrik kami,” kenang Irwan.
“Nah kebetulan sekali, sebelum krisis pecah, saya sudah beli bahan baku buku Gelatik Kembar dan buku Vision yang cukup banyak. Saat krisis tiba, barang tertumpuk di gudang namun harganya naik terus. Saat kita mulai produksi kembali, harga-harga barang tersebut naik sehingga hasil penjualan kami termasuk sangat tinggi saat itu,” ucapnya penuh senyum.
Bagi Irwan, krisis moneter adalah seleksi alam, usaha apapun yang pondasi usahanya kuat, kekeluargaan antar karyawan dan owner kuat, lalu jaringan marketing bagus, maka pasti akan mampu bertahan.
“Sehingga ketika krisis moneter berangsur-angsur pulih, para kompetitor mulai bertumbangan tapi kita terus tumbuh,” urainya.
Setelah itu pada tahun 2004, lahirlah PT Sinar Dunia. Peningkatan status tersebut dilakukan setelah produksi, pemasaran, dan pendapatan perusahaan semakin besar dan tidak bisa terus menerus berstatus Perusahaan Perorangan Yuwono Ali.
“Karena dengan omset semakin besar maka harus berubah status menjadi Perseroan Terbatas (PT). Komposisi saham kami bagi sepertiga, atau 33,33 persen untuk masing-masing pemegang saham,” ujarnya.
Pada tahun 1992 Tony Damitrias ditarik oleh Yuwono Ali untuk bergabung di perusahaannya demi mengangkat kesejahteraannya.
“Pak Toni kan baru lulus kuliah dan sempat bekerja di salah satu perusahaan obat. Nah Tony, oleh Pak Yuwono Ali ditarik untuk bergabung di perusahaan agar kesejahteraannya meningkat” jelas Irwan.
Menurut Irwan, sebenarnya kalau Yuwono mau egois, dia tidak perlu menarik Tony maupun Irwan, cukup Yuwono sendiri sudah mampu, karena dia yang mengarsiteki semuanya di perusahaan.
“Tapi dia mengorbankan diri, dia mau adik-adik nya dikasih share yang sama di PT Sinar Dunia, ini yang namanya jiwa besar.” terang Irwan.
“Tanpa saya, tanpa Pak Tony, Pak Yowono bisa memimpin PT Sinar Dunia sendirian. Karena semua karyawan di perusahaan adalah hasil didikannya,” tandasnya.
Terkait kekuatan setiap komponen dalam perusahaan PT Sinar Dunia, Irwan mengatakan yang paling penting adalah hubungan yang erat dan kekeluargaan antara owner dan karyawan,
“itu sangat sangat penting sekali,” tegas Irwan.
“Jadi karyawan itu bekerja dengan kita itu nyaman, selalu mendapat penghargaan, bukan hanya uang tapi harga diri dan memanusiakan mereka. karyawan itu bekerja ada yang sampai 20 hingga 30 tahun, bahkan ada yang sudah meninggal dan pekerjaannya diteruskan oleh anaknya, bahkan cucunya” kisah Irwan.
Memang sejak ada salah satu pemegang saham, yaitu Tony Damitrias, Tony memiliki karakter yg berbeda dengan kakak kakaknya yang membuat karyawan kurang nyaman dalam bekerja.
“Yah seperti kutub utara dan kutub selatan lah. Ya pengaruhnya cukup besar terhadap operasional perusahaan,” ujarnya.
Maka dari itu, Irwan melanjutkan, setelah RUPS LB pada 17 November 2022 dan melakukan pergantian direksi, Irwan merasakan ada peningkatan efisiensi.
“Nah saya tanya sama orang saya (karyawan). Yang satu pakai cara menekan, dan yang satunya ngelus. Nah akhirnya dengan kesaksian mereka sendiri jika bekerja tapi merasa ditekan terus atasannya, pasti menurun efisiensinya. Karena orang tertekan itu cepat lelah karena mental breakdown,” jelas Irwan.
Irwan mengatakan, dengan perubahan direksi hasil RUPS LB itukan karyawan merasa tidak tertekan. Dengan kenyamanan karyawan, menurut Irwan, saat ini PT Sinar Dunia mengalami peningkatan produksi yang cukup tinggi, sampai 20 hingga 30 persen.
Di akhir, Irwan menjelaskan peran besar kakaknya, Yuwono Ali, ketika memutuskan drop out tahun 1974, dia banyak belajar tentang produksi dan marketing hasil pengetahuan saat bekerja sebagai sales obat. Nah ilmunya itu dia aplikasikan untuk mengarsiteki PT Sinar Dunia dan Brand Gelatik Kembar dan Vision.
“Dan ilmunya kakak saya itu dia tularkan kepada para karyawannya dan terutama salesman dengan cara mengumpulkan para salesman PT Sinar Dunia setiap minggunya. Dengan begitu, PT Sinar Dunia mampu mencakup pemasaran di seluruh pulau Jawa dan di luar Jawa. Hal tersebut membuat perusahaan ini berkembang dan saat ini memiliki 400 karyawan.” Tutup Irwan Damitrias.(ap)